Rabu, 26 Oktober 2011

Permainan Tradisional Anak-anak Suku Kaili-Sulawesi Tengah: I. Permainan Garata / Galasa



Saya memulainya dari Orang Kaili (Etnis Kaili)
Dalam tulisan ini, Orang Kaili atau dalam bahasa daerahnya “To KAILI” adalah salah satu dari 12 (dua belas) kelompok etnik yang bermukim di Propinsi Sulawesi Tengah. Etnis Kaili merupakan penduduk terbesar jumlahnya, dibanding dengan dua belas kelompok etnik lainnya yang menjadi penduduk (asli) Sulawesi Tengah.  Sekitar 45% dari seluruh jumlah penduduk Sulawesi Tengah beretnis Kaili.
Diusia anak, anak-anak orang Kaili juga mempunyai beberapa jenis permainan tradisional yang cukup menggembirakan dan menyenangkan (penulis sempat merasakan peramianan-permaianan ini). Bila di tanah Jawa dikenal dengan “dolanan anak”, maka di kalangan orang Kaili dikenal dengan sebutan “Po’morea nu’ ngana”, berikut sajian pertama saya, mengenai jenis permainan anak-anak orang Kaili ;
I.  Po’morea nu’ ngana Garata / Galasa (Permaianan Anak Garata / Galasa)
Permainannya disebut nogarata / nogalasa garata atau galasa adalah nama sebangsa tumbuhan yang berduri dan bijinya bundar laksana kelereng. Biji garata atau palasa ini terbungkus dalam satu kantorng berduri dan terdiri dari beberapa biji. Biji-biji garata/ galasa ini bermacam-macam bentuknya, tetapi umumnya berbentuk bundar, ada yang pipih ada pula yang bulat panjang. Data teknis. Permainan nogarata / nogalasa ini, mempunyai alat pelengkap lainnya disamping biji-biji garat/galasa, yakni kayu berbentuk persegi empat dengan ukuran panjang ± 60 – 75 cm, lebar ± 30 – 40 cm dan tebal ± 5 – 7 cm. Kayu yang berbentuk persegi empat itu diberi lobang sebelah menyebelah masing-masing 6 buah menurut panjang dan 2 buah lobang pada ujung lebar kayu tersebut. Warna permainan ini tidak tentu karena tergantung dari warna kayu yang dipakai, dan membuat warna garata / galasa yang kelihatannya keabu abuan. Permainan garata / galasa ini mempunyai makna sebagai alat penghibur, untuk kesenangan atau perintang waktu. Namun pada mulanya permainan hanya biasa dimainkan pada saat duka, biasanya apabila ada raja atau keluarga raja yang meninggal.
Alat, bahan dan cara membuat Garata/Galasa
Memilih buah/biji garata diperlukan perhatian yang serius, sebab ada beberapa jenis/bentuk garata ini. Yang menjadi pilihan utama adalah biji garata yang bentuknya bundar lagi licin. Garta/galasa dalam permainan ini adalah merupakan biji yang dapat dipindah-pindahkan. Kayu yang sengaja dibuatkan lubang-lubangnya dipilh kayu yang keras tidak terbelah-belah lagi pula yang sudah tua. Biasanya kayu yang menajdi piliha adalah jeni kayu cempaka yang mudah dilubang, dalam bahasa Kalili disebut kayu lepaa. Kayu yang berbentuk persegi panjang ini berukuran lebih kurang 75 cm x 30 cm pada ujung sebelah menyebelah dibentuk agak tuncing dengan panjang ± 15 cm. Pada ujung yang agak lancip ini dibuat lubang bulat seperti bentuk telur (lonjong) yang dibuat pada pertengahan lebar dan panjangnya kayu tersebut dengan garis tengah ± 5 – 7 cm. Pada kedua belah sisi panjang dibuatkan pula lubang berturut-turut sejumlah 6 (enam) buah pada tiap sisi. Pada bagia tengah dibuat 2 (dua) lubang yang panjang tempat biji garata/ galasa yang dimenangkan. Jadi tiap pemain, diberi lubang panjang sebagai tempat menyimpan garata/ galasa kemenangan. Lubang-lubang yang membentuk telur semuanya 12 lubang, dan lubang-lubang ini diperhalus dengan pisau tajam. Alat yang dipakai untuk membuat alat permainan ini adalah parang, pahat, pisau. Pengrajin alat permainan tidak ada lagi.
Aturan dan Cara Bermain
Permainan ini dilaksanakan hanya pada waktu ada hubungannya atau pada saat ada keluarga meninggal dunia, utamanya keluarga bangsawan. Jelaslah bahwa permainan ini berfungsi untuk menghibur pada keluarga yang berduka. Sebab dengan adanya permainan ini, banyak anak gadis kumpul beramai-ramai sehingga suasana duka tidak terasa mencekam keluarga yang berduka. Cara memainkan. Permainan ini hanya dimainkan oleh perempuan yang masih gadis atau remaja. Pelaksanaan permainan inibiasa dilaksanakan pada malam hari, dalam keadaan duduk berhadapan. Tidak dapat dimainkan lebih dari 2 orang. Masing-masing pemain menyiapkan kelerengnya paling kurang 36 biji. Tiap pemain berhak atas 6 lubang dan 1 (satu) lubang yang disebut kepala, dan pada 6 lubang tersebut diisi masing-masing 6 biji kelereng (garat).
Siapa yang menang dia yang mulai mengangkat kelerengnya, (garata) dengan cara mengambil seluruh kelereng (garata) pada lubang ujung sebelah kanannya. Tiap lubang diisi dengan 1 biji kelereng (garata) dan berakhir pada lubang kepala pada sebelah kiri. Kalau berakhir pada lubang kepalanya, maka ia mesih berhak mengangkat kelerengnya, da apabila kelereng pada lubang lawan atau lubangnya sendiri, mka seluruh kelereng (garata) (garata), yang berada di lubang tersebut diangkat dan kembali diisi pada setiap lubang.
Begitu seterusnya berputar berulang-ulang sampai pada lubang kepalanya penuh dengan kelereng (garata). Untuk ganti pemain mengangkat kelereng (garata) apabila terjadi biji kelereng (garata) itu jatuh pada lubang yang kosong, namun demikian kelereng garata terakhir tersebut jatuh pada lubangnya sendiri, dan berada tepat bertentangan dengan lubang lawan, maka semua isi pada lubang tersebut adalah menjadi haknya. Kejadian tersebut dikenal dengan cara notede.
Karena pengrajin alat hiburan ini tidak ada lagi, anak-anak gadis yang berumur 7 – 12 tahun, bermain dengan cara menggali tanah denga jumlah lubang yang tidak berbeda dengan alat aslinya, dan biji kelereng (garata) diganti dengan batu yang bundar kecil, dan biasanya dipilih batu yang agak putih. Permainan ini memerlukan permainan yang mantap untuk mencocokan jumlah kelereng (garata) yang ada dengan jumlah lubang, dan beberapa kali diangkat, sehingga tidak jatuh pada lubang yang kosong. Kalau pemain yang sudah mahir sekali biasanya tidak terjadi pergantian sampai kelereng (garata) lawan jatuh pada lubang dan lubang kepalanya. Dengan demikian maka perhitungannya lawan dinyatakan kalah, dan kembali diulang lagi permainan dengan cara mengadakan lagi sut.
Perkembangan Permainan Saat Ini.
Permainan pada mulanya merata dimana-mana, tetapi sekarang hampir-hampir tak menyebar lagi baik menggunakan alat, ataupun diatas tanmah. Hal ini mungkin karena banyaknya jenis permainan baru, dan yang jelas karena orang-orang tua tidak lagi mengeluarkan lagi kepada anak-anak cucunya, disamping anak-anak gadis kurang tertarik lagi.
Sumber Bacaan :
- Perpustakaan Daerah Propinsi Sulawesi Tengah
- http://telukpalu.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar